Rabu, 18 Januari 2012

Journey to The West ala Ala Kadarnya

        Melanjutkan janji saya sebelumnya yang akan menceritakan mengenai pengalaman berkunjung ke Jakarta, here we go. Beginilah ceritanya. Cerita bermula pada hari jumat tanggal 6 Januari 2012 jam 23.00 saat saya sedang berada di kos Imam. Iseng-iseng sambil nungguin anak-anak kosan yang lain pada pulang dari tempat sodok menyodok 9 bola, saya pun ngenet gratis pake modem anak kosan. Soalnya mereka sopan sekali menyuruh tamu jaga kos sementara saya memang tidak tertarik dengan bilyard kecuali dalam komiknya Takeshi Maekawa “Break Shot”. Web yang pertama saya buka adalah Gmail, barangkali ada email penting (jarang banget tapinya). Ternyata firasat saya benar, ada email dari SDM LPDB-KUMKM yang menyatakan bahwa pengumuman seleksi administrasi untuk calon pegawai di instansi tersebut sudah keluar. Dan ajaibnya saya lupa kalau sudah pernah mendaftar. Voila.....jadilah saya langsung meluncur ke laman www.danabergulir.com untuk mengecek apakah saya lulus seleksi awal atau tidak. Setelah memelototi halaman lampiran,saya menemukan nama FIKRI WICAKSANA terpampang sebagai salah satu nama yang berhak untuk ikut tes kompetensi pada hari Rabu 11 Januari 2012 di Gedung Smesco UKM lantai 4 Jalan Gatot Subroto Kav.94 (lengkap sekali).
        Pertanyaan selanjutnya adalah how to get there? Actually, ini adalah pengalaman pertama saya ke Jakarta seorang diri. Saya ingat bahwa ada saudara di Mampang Prapatan,lumayan bisa buat nginep selama di Jakarta. Berdasarkan saran dari saudara saya, akhirnya saya mencoba ke Jakarta naik kereta ekonomi. Apesnya, saat akan membeli ternyata tiket kereta ekonomi untuk jurusan Jakarta sudah ludes terjual sampai tanggal 12 Januari. Tanpa pikir panjang saya langsung beralih ke kereta bisnis, dan hampir saja saya kehabisan seat untuk kereta Sawunggalih keberangkatan tanggal 9 Januari 2012 jam 20.52 soalnya cuma sisa 8 seat saja. Dengan berat hati akhirnya saya keluarkan uang 125 ribu dari dompet. Pikir saya waktu itu, kalau naik bis ke Jakarta sudah pernah pas masih SMP sekarang harus naik tarafnya dong paling tidak kereta ekonomi. Ternyata malah naik kereta bisnis, seneng si tapi juga nyesel. 125 ribu bisa buat bolak balik kalo naik bis soalnya,hehehe.

       Tibalah saat keberangkatan, Senin malam. Prinsip saya kalau akan bepergian naik angkutan umum adalah lebih baik menunggu daripada ditinggal, jadi saya berangkat rada awal sekitar jam 8 malem. Bersama Fuad yang siap mengantarkan saya ke Stasiun Purwokerto, kami arungi kucuran air hujan malam itu yang makin lama makin deras laksana tumpahan air bah dari langit. Sesampainya di stasiun, saya langsung masuk melewati peron. Sekarang sudah tidak jamannya lagi beli karcis peron, cukup tunjukkan karcis kereta anda, ditandai oleh petugas peron dan anda bisa melenggang masuk ke ruang tunggu. Jadi, selain penumpang, pegawai KAI ,keamanan dan para porter sepertinya sulit untuk masuk ke ruang tunggu. Bahkan pengantar sekalipun sekarang tidak bisa masuk ke dalam. Sebatas memandangi dari luar peron saja. Dikarenakan lupa tidak membawa air minum, saya mencoba membeli minuman di dalam stasiun. Dan nampaknya saya salah memilih, untuk sebotol Frest*a  saya harus mengeluarkan uang 9 ribu. Padahal kalau di sekitar UNSOED harganya separuh dari harga di stasiun.Tragis sekali........
       Malam itu kereta tidak terlambat datang, langsung saya cari tempat duduk yang tertera dalam karcis. Dan ternyata sudah ada keluarga yang menduduki tempat duduk yang harusnya saya tempati. Suaminya berkata kepada saya agar tukar tempat duduk agar bisa bersama anak dan istrinya malam itu. Okelah tak apa, it’s not a big deal as long as i get my chair. Akhirnya saya menempati tempat duduk yang harusnya ditempati oleh lelaki tadi. Di sebelah saya sudah ada lelaki bersama seorang perempuan yang awalnya saya kira sebagai istrinya. Ternyata dia hendak pergi ke Batam untuk kembali kerja di sana sebagai pegawai konveksi dan wanita yang di sebelahnya adalah tetangga dari desa yang akan menyususul suaminya yang sudh bekerja lebih dulu di Batam. Sudah menjadi tabiat saya kalau sedang bepergian naik angkutan umum pasti selalu mencoba mengajak bicara denga teman sebangku, minimal menanyakan mau ke mana tujuannya. Klise memang, tapi lumyan untuk memulai sebuah pembicaraan. Belakangan saya tahu bahwa nama lelaki yang menjadi teman seperjalanan saya malam itu adalah Saryo dan parahnya saya baru tahu sesaat sebelum Mas Saryo dan saya berpisah di Stasiun Senen,namun tanpa ada derai air mata layakya drama korea yang sedang booming akhir-akhir ini.
    Jadi, Mas Saryo ini sebelum kerja di Batam dia sudah pernah bekerja di Taiwan,Singapura,Malaysia. Macam-macam juga pekerjaan yang pernah dia lakoni, mulai dari buruh bangunan sampai pegawai tempat hiburan. Dari yang legal sampai yang ilegal (ijin kerja maksudnya). Dia bercerita bahwa dia senang kalau berkumpul dengan orang-orang yang pendidikannya lebih tinggi dari dia. Mas Saryo sendiri hanya tamatan SMA. Dia memilih untuk langsung merantau ke Jakarta begitu menyelesaikan SMA nya. Selama di Jakarta, bermacam macam pekerjaan pernah dia lakukan. Dari tukang roti,pegawai konveksi sampai sales pernah dia lakoni. Semua itu dilakukan semata agar dapat bertahan di Jakarta. Panjang lebar kami saling tukar cerita sementara kereta Sawunggalih terus berjalan menembus pekatnya malam.
        Ada kejadian yang menarik selama saya naik kereta Sawunggalih malam itu. Yang pertama adalah mengenai pegawai restorasi. Jadi, selama perjalanan menuju Jakarta ini ada gerbong restorasi dimana anda bisa memesan makanan dan minuman apabila lupa tidak membawa cemilan atau memiliki kelebihan uang yang terasa kurang royal apabila membeli dari pedagang asongan. Dan saya bukan salah satu dari tipe orang yang dimaksud. Para pegawai restorasi ini gigih sekali menawarkan menu yang ada. Satu gerbong tidak ada yang pesan, ganti ke gerbong berikutnya dan begitu seterusnya. Sehingga saya perhatikan ada sekitar 5 kali pegawai yang sama bolak balik dalam satu gerbong. Dan seperti kata pepatah bahwa air dapat melubangi batu, begitu pula yang terjadi pada malam itu. seorang bapak yang duduk di seberang saya, awalnya selalu menolak tetapi entah karena kegigihan pegawai restorasi atau karena dia merasa tidak enak atau juga karena dia merasa lapar akhirnya dia memesan nasi goreng. Saya jadi sempat berpikir jangan-jangan perbaikan dalam manajemen PT.KAI juga menyentuh sampai sistem pemasaran di mana pegawai restorasi harus dapat minimal 1 orang dalam satu gerbong dan jangan jangan pula mereka menyewa trainer ternama untuk memberikan coaching agar pikiran tadi tertanam dalam setiap alam bawah sadar semua pegawai restorasi (piss pak,hehehe)
        Hal menarik selanjutnya adalah mengenai kereta yang bocor atapnya. Ya, anda tidak sedang salah membaca para pembaca yang budiman. Sayangnya saya tidak tega untuk memotret momen tersebut. Dan bocornya atap kereta ini kok ya ndilalahnya di depan saya. Jadi pas banget kalo misal lagi haus terus gak ada air. Tinggal mangap, mak nyuss sekali rasanya. Karena dasarnya sudah ngantuk jadilah saya terlelap tanpa memperdulikan lagi masalah atap yang bocor. Lagi enak enaknya saya tidur, saya terbangun oleh suara para pedagang asongan yang menjajakan barang dagangannya di stasiun Cirebon. Ngomong ngomong tentang Cirebon, kurang lebih 1 tahun yang lalu saya beserta teman teman menghadiri pernikahan teman sekelas kami dan saat ini saya di Cirebon hanya untuk mampir beli tahu Sumedang KW 9 untuk mengganjal perut. Tarahu tarahu.....
       Singkat cerita, sampailah saya di Stasiun Senen sesuai jadwal jam 03.30 dan di Stasiun ini saya berpisah dengan Mas Saryo. Dia dan tetangga desanya langsung menuju Cengkareng guna take off  ke Batam dan saya menunggu shubuh di stasiun. Kedatangan saya di Jakarta disambut dengan rintik air hujan yang mengalir lewat langit. Jangan jangan udah janjian ini hujannya, berangkat dai Purwokerto diguyur hujan dan sampai di Jakarta pun hujan yang menyambut saya. Untungnya saya bukanlah tipe manusia yang langsung galau ketika hujan turun. Kalau anda, para pembaca sekalian tipe yang mudah galau ketika hujan turun maka anda tidak cocok untuk tinggal di Bogor, hehehe.....
To be continued........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar