Senin, 09 Juli 2012

Braga Full Foto

Hei ho....apa kabar ? Terima kasih untuk yang sudah numpang mampir ke blog saya. Di postingan sebelumnya, saya menceritakan mengenai perjalanan ke Braga, nah foto - foto yang ada di situ belum semuanya saya keluarkan. Lebih ke alasan biar nambah2in postingan saja si. Maklum sudah hampir 6 bulan dari postinagn terakhir bulan Januari 2012. Ada beberapa cerita yang tidak saya masukkan karena terlalu panjang seperti perjuangan saya menuju Gambir yang penuh keringat karena olahraga malam. Nah, di postingan ini akan saya ceritakan. Semacam prequel dalam sebuah film

Ceritanya Jumat malam itu saya harus mengejar kereta Argo Parahyangan yang bernagkat jam 20.25 sementara saya sampai di Stasiun Tanah Abang jam 19.00, saya pikir masih ada cukup waktu untuk mencapai Stasiun Gambir dalam tempo 1 jam. Namun saya melupakan variabel MACET. Ya, macet saat akhir pekan adalah yang terburuk. Semacam dikasi harapan palsu,just like Stoner race in Sachsenring last week. Udah seneng - seneng bisa mempersingkat waktu,taunya macet panjang banget mulai dari fly over deket stasiun. Untung supir kopajanya lumayan metal, sradak sruduk sana sini akhirnya sampe ke perempatan sebelum masuk area BI. Pas di BI bener - bener stuck gak bisa gerak. Rasanya miris banget naik bis lalu disalip banyak motor dengan mudahnya. Akhirnya saya putuskan untuk jalan kaki sampe halte BI. Dari sana saya masih naik busway ke monas. Di Monas, penderitaan belum berakhir. Antriannya super panjang,saya sempat dilema antara menunggu busway atau jalan. Kembali saya memutuskan untuk jalan dari Monas sampe Gambir, lumayan kan. Dengan perkiraan akan banyak ojek dan bajaj serta taxi tentunya tak sulit mencapai Gambir. Namun malam itu nampaknya Tuhan berkehendak lain, ojek tak ada. Taxi penuh penumpang dan terakhir ada bajaj BBG. Alhamdulillah, saya samperin.....eh ternyata tu bajaj mogok. Perfect, simply perfect.

Lumayan juga...akhirnya saya dipaksa berolahraga sampai Gambir dan ternyata perjuangan saya tidak sia - sia. Sampai sana jam 20.10, masih cukup waktu untuk beli air minum yang langsung habis dalam sekali duduk. Yah itulah cerita saya untuk bisa sampai ke Stasiun Gambir. Oh ya saya kasih bonus juga foto - foto yang belum sempat saya publikasikan di postingan sebelumnya. Here we go......

Feels like Abbey Road,huh











Kepalanya dimiringin ke kanan ya


Kasur saya dari kapuk, anti karat mister !!!



Yang beginian,banyak di Jakarta
Yak itu dulu ya, saya juga masih punya utang beberapa post yang harusnya saya posting dalam pekan kemaren. Jangan lupa bagi warga DKI Jakarta untuk menggunakan hak pilihnya pada tanggal 11 Juli 2012. KAlo golput bahaya, ntar kertas suara yang kosong bisa dicurangin. See you.........

Sabtu, 07 Juli 2012

Pesona Kota Tua Braga


Hello...nice to meet you
 
Paris van Java, Kota kembang, Kota lautan api.....begitulah sebutan orang – orang untuk ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung. Saya berkesempatan untuk mengunjungi Bandung 2 pekan silam. Selain karena penasaran, (ini kunjungan kedua saya) faktor karena undangan teman yang sudah bermukim di sana adalah salah satu faktor yang membuat saya kembali berkunjung ke Bandung.  Salah satu tujuan wisata yang saya tuju adalah Jalan Braga.

Deretan bangunan tua yang ada

Nama "Braga" sendiri menimbulkan beberapa kontroversi. Ada kalangan yang mengatakan, Braga berasal dari sebuah perkumpulan drama Bangsa Belanda yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Peter Sijthot, seorang Asisten Residen, yang bermarkas di salah satu bangunan di Jalan Braga. Diduga sejak saat itulah nama Jalan Braga digunakan. Pemilihan nama "Braga" oleh perkumpulan drama ini diperkirakan berasal dari beberapa sumber yang erat kaitannya dengan kegiatan drama, antara lain nama Theotilo Braga (1834 -1924), seorang penulis naskah drama, dan Bragi, nama dewa puisi dalam mitologi Bangsa Jerman. Sementara itu ada versi lain dari nama "Braga". Menurut ahli Sastra Sunda, Baraga adalah nama jalan di tepi sungai, sehingga berjalan menyusuri sungai disebut ngabaraga. Sesuai dengan perkembangan Jalan Braga (terletak di tepi Sungai Cikapundung), yang kemudian menjadi tersohor ke seluruh Hindia Belanda bahkan ke manca negara, Jalan Braga menjadi ajang pertemuan dari orang-orang, dan ngabaraga tadi berubah menjadi ngabar raga, yang lebih kurang artinya adalah pamer tubuh atau pasang aksi. Memang di masa-masa sebelum PD II, disaat Jalan Braga sedang jaya jayanya, jalan ini dijadikan ajang memasang aksi menjual tampang sehingga dikenal juga istilah khas Bragaderen. Perkataan deren dalam kamus Bahasa Belanda kurang menjelaskan arti kata penggabungan Braga dan deren sehingga disimpulkan, Bragaderen berasal dari kata paraderen yang artinya berparade, jadi Bragaderen lebih kurang berarti berparade di Jalan Braga.

Galeri lukisan di trotoar, it's free to watching
 
Jalan Braga sendiri tidaklah panjang, kurang lebih sekitar 300 meter panjangnya. Di sini banyak terdapat bangunan tua yang masih kokoh berdiri. Kebanyakan bangunan ini sekarang sudah beralih fungsi menjadi pertokoan atau kafe, bahkan bank. Di jalan Braga juga terdapat Braga City Walk sebagai tempat nongrong gaul tidak hanya untuk anak muda juga bagi para wisatawan sekedar untuk melepas lelah, mengisi perut yang kosong atau sekedar berbelanja. Akan lebih afdhol jika anda menikmati Jalan Braga dengan jalan kaki, anda akan lebih mudah melampiaskan hasrat narsis anda dengan berfoto di bangunan tua yang tersebar di sepanjang Jalan Braga. Kalaupun ada hal yang kurang, saya hanya berharap Jalan Braga dikhususkan untuk pejalan kaki. Kondisi yang sekarang, Jalan Braga masih dilewati oleh mobil dan motor. Entah kapan impian itu bisa terwujud. Mari kita Bragaderen....